/* $tanggal=date("Y-m-d H:i:s"); $tgl=date("Y-m-d"); $uripage = $_SERVER['REQUEST_URI']; $uripage = str_replace("index.php?","",$uripage); $uripage2 = explode("/",$uripage); $page = $uripage2[1]; $ip=$_SERVER['REMOTE_ADDR']; $useragen=$_SERVER['HTTP_USER_AGENT']; $data=explode(" ",$useragen); $browser=$data[0]; $data1=explode(";",$useragen); $so=$data1[0]; $so1=explode("(",$so); $sistem=$so1[1]; $perintah="insert into tbl_pageviews (tanggal,tgl,domain,page,ip,browser,so) values ('$tanggal','$tgl','user.abatasa.com','$kanal','$ip','$browser','$sistem')"; $hasil=mysql_query($perintah); */ ?>
Tanya : Assalamu’alaikum … pak ustadz, banyak dari para mubaligh yang menerangkan keutamaan puasa sunat yaitu enam hari dibulan syawal. Tapi begini ustadz, saya mempunyai hutang puasa yang mesti saya qodha karena halangan yang ada pada perempuan. Terus apakah saya mesti mengqadha puasa ramadhan dahulu atau puasa syawal dahulu. Wassalam IKH
Jawab : Wa’alaikumussalam … jika ibu ada tunggakan hutang shaum ramadhan, maka tentu ibu belum sepenuhnya melaksanakan shaum ramadhan tersebut. Padahal shaum enam hari dibulan syawal itu tidak berdiri sendiri, akan tetapi dikaitkan dengan kewajiban shaum di bulan ramadhan. Hal inilah yang sering kurang cermat dalam memaknai hadits. Bahkan sering kita mendengar bahwa “shaum sunat enam hari dibulan syawal sama dengan shaum kita setahun”, ini keliru. Coba perhatikan haditsnya :
عن أبى أيوب الأنصارى - رضى الله عنه - أنه ØØ¯Ø«Ù‡ أن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- قال « من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر ». مسلم (7/334)
Dari Abi Ayyub al-Anshary radhiyallahu anhu sesungguhnya beliau memberitakan bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Siapa yang puasa ramadhan lalu diikuti dengan enam hari (puasa) dibulan syawal, maka keadaannya seolah sudah berpuasa setahun (HR.Muslim)
Ini menurut hemat kami bahwa shaum enam hari dibulan syawal itu merupakan pelengkap jika ingin pahalanya seperti shaum setahun. Kalaupun tidak sempat puasa syawal karena mengqadha ramadhan, maka keutamaan sepuluh bulan sudah diraih. Intinya shaum sebulan itu sama dengan sepuluh bulan, dan shaum sunat 6 hari dibulan syawal sama dengan 60 hari (2 bulan). Jadi jika shaum ramadhan masih berhutang, maka tentu kita belum sepenuhnya melaksanakan shaum dibulan ramadhan, karena hutangnya belum dibayar. Allohu A'lam
Tanya : Assalamu’alaikum wrwb. al-ustadz Abu Alifa, mohon penjelasannya mengenai 10 akhir dibulan ramadhan. Ada yang berpendapat bahwa disepuluh akhir itu suami istri tidak diperkenankan “berhubungan”, hal tersebut berdasarkan pada sabda Nabi saw “bahwa jika memasuki 10 akhir, Nabi mengencangkan ikat pinggang dan menghidupkan malamnya serta membangunkan keluarganya”. Bagimana pendapat ustadz sendiri? Terimakasih Sumbar
Jawab : Wa’alaikumussalam wrahmatullah wabarakatuh. Jika merujuk kepada al-Quran yang bertalian dengan malam dibulan ramadhan, maka tentu tidak ada larangan untuk berhubungan, bahan Allah swt menghalalkan berhubungan itu. Adapun larangan berhubungan suami istri dalam ayat tersebut adalah bagi para suami yang melakukan i’tikaf (dimasjid). Ayat yang dimaksud :
Ø£ÙØÙÙ„ÙŽÙ‘ Ù„ÙŽÙƒÙمْ لَيْلَةَ الصÙّيَام٠الرَّÙَث٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ Ù†ÙØ³ÙŽØ§Ø¦ÙÙƒÙمْ Ù‡ÙÙ†ÙŽÙ‘ Ù„ÙØ¨ÙŽØ§Ø³ÙŒ Ù„ÙŽÙƒÙمْ وَأَنْتÙمْ Ù„ÙØ¨ÙŽØ§Ø³ÙŒ Ù„ÙŽÙ‡ÙÙ†ÙŽÙ‘ عَلÙÙ…ÙŽ اللَّه٠أَنَّكÙمْ ÙƒÙنْتÙمْ تَخْتَانÙونَ أَنْÙÙØ³ÙŽÙƒÙمْ Ùَتَابَ عَلَيْكÙمْ وَعَÙَا عَنْكÙمْ Ùَالْآَنَ Ø¨ÙŽØ§Ø´ÙØ±ÙوهÙÙ†ÙŽÙ‘ وَابْتَغÙوا مَا كَتَبَ اللَّه٠لَكÙمْ ÙˆÙŽÙƒÙÙ„Ùوا وَاشْرَبÙوا ØÙŽØªÙŽÙ‘Ù‰ يَتَبَيَّنَ Ù„ÙŽÙƒÙم٠الْخَيْط٠الْأَبْيَض٠مÙÙ†ÙŽ الْخَيْط٠الْأَسْوَد٠مÙÙ†ÙŽ الْÙَجْر٠ثÙÙ…ÙŽÙ‘ أَتÙÙ…Ùّوا الصÙّيَامَ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ اللَّيْل٠وَلَا ØªÙØ¨ÙŽØ§Ø´ÙرÙوهÙÙ†ÙŽÙ‘ وَأَنْتÙمْ عَاكÙÙÙونَ ÙÙÙŠ Ø§Ù„Ù’Ù…ÙŽØ³ÙŽØ§Ø¬ÙØ¯Ù تÙلْكَ ØÙدÙود٠اللَّه٠Ùَلَا تَقْرَبÙوهَا كَذَلÙÙƒÙŽ ÙŠÙØ¨ÙŽÙŠÙّن٠اللَّه٠آَيَاتÙÙ‡Ù Ù„Ùلنَّاس٠لَعَلَّهÙمْ يَتَّقÙونَ
Telah dihalalkan atas kamu pada malam hari shaum (bulan ramadhan), bercampur dengan istri-istri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu, Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah kamu, hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah shaum itu sampai malam, (tetapi) janganlah kamu campuri istri-istrimu sedangkan kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada manusia supaya mereka menjadi bertaqwa (QS. 2 : 187)
Jadi larangan berhubungan atau bercampur dengan istri dimalam bulan ramadhan itu dialamatkan bagi mereka (para suami) yang sedang melaksanakan i’tikaf dimasjid, sedangkan bagi yang tidak melaksanakan i’tikaf, maka hukum larangan itu tidak ada. Allohu A’lam
Tanya : Assalamu’alaikum…Ustadz Abu Alifa… ditempat kami ada jamaah (bukan keluarga)yang ngajak makansahur bersama (bukan buka bersama). Apakah hal ini pernah dilakukan oleh Nabisaw? Saya khawatir hal ini menjadi bid’ah! Trim’s Sidoarjo
Jawab :Wa’alaikumussalam … perhatikan pengalaman para shahabat dalam keterangan dibawah ini.
عن أنس بن مالك عن زيد بن ثابت رضي الله عنهما قال { ØªØ³ØØ±Ù†Ø§ مع رسول الله صلى الله عليه وسلم . ثم قام إلى الصلاة . قال أنس : قلت لزيد : كم كان بين الأذان والسØÙˆØ± ØŸ قال : قدر خمسين آية
Dari Anas bin Malik dan(juga) dari Zaid bin Tsabit ra. Kami pernah sahur BERSAMA Rasulullah saw. Lalukami berdiri untuk shalat (shubuh). Lalu Anas berkata kepada Zaid: berapakira-kira jarak antara shalat shubuh dan sahur? Ia menjawab : Seukuran membaca50 ayat. ( HR.Bukhary 1921 dan Muslim 1097)
Dengan demikian makan sahur bersamapernah dicontohkan oleh Nabi saw dengan para shahabat. Allohu A’lam
Karena banyak yang bertanya tentang shaum di 10 awal bulan Dzullhijjah, baik melalui telp (10 penelp), SMS (23 SMS), maupun via email (20 email), maka kami sajikan tulisan al-Ustadz Amien Saefullah Muchtar tentang masalah tersebut.
***************
Sebagaimana telah kita maklumi bahwa pada bulan Dzulhijjah bagi kaum muslimin yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji disyariatkan melaksanakan shaum pada tanggal 9 Dzulhijjah yang dikenal dengan sebutan shaum Arafah, sebagaimana diterangkan dalam hadis sebagai berikut:
عَنْ أَبÙÙŠ قَتَادَةَ قَالَ : قَالَ رَسÙول٠الله٠صَلَّى اللَّه عَلَيْه٠وَسَلَّمَ صَوْم٠يَوْم٠عَرَÙَةَ ÙŠÙÙƒÙŽÙÙ‘ÙØ±Ù سَنَتَيْن٠مَاضÙيَةً ÙˆÙŽÙ…ÙØ³Ù’تَقْبÙلَةً ØŒ وَصَوْم٠عَاشÙوراَءَ ÙŠÙÙƒÙŽÙÙ‘ÙØ±Ù سَنَةً مَاضÙيَةً . - رواه الجماعة إلا البخاري والترمذي -
Artinya :Dari Abu Qatadah, ia berkata,”Rasulullah saw. telah bersabda,’Shaum Hari Arafah itu akan mengkifarati (menghapus dosa) dua tahun, yaitu setahun yang telah lalu dan setahun kemudian. Sedangkan shaum Asyura akan mengkifarati setahun yang lalu” - H.r. al-Jama’ah kecuali al-Bukhari dan at-Tirmidzi
Selain dengan sebutan shaum Arafah, shaum ini disebut pula dengan beberapa sebutan lain, yaitu:
(a) Tis’a Dzilhijjah (9 Dzulhijjah)
عَنْ بَعْض٠أَزْوَاج٠النَّبÙيّ٠صَلَّى اللَّه عَلَيْه٠وَسَلَّمَ قَالَتْ كَانَ رَسÙول٠الله٠صَلَّى اللَّه عَلَيْه٠وَسَلَّمَ يَصÙÙˆÙ…Ù ØªÙØ³Ù’عَ ذÙÙŠ الْØÙجَّة٠وَيَوْمَ عَاشÙورَاءَ وَثَلَاثَةَ أَيَّام٠مÙنْ ÙƒÙلّ٠شَهْرٖ رواه أبو داود وأØÙ…د والبيهقي -
Dari sebagian istri Nabi saw., ia berkata, “Rasulullah saw. shaum tis’a Dzilhijjah, hari Asyura, tiga hari setiap bulan” H.r. Abu Daud, Sunan Abu Daud, Juz VI:418, No. 2081; Ahmad, Musnad Ahmad, 45:311, No. 21302, 53:424. No. 25263, dan al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, IV:285, Syu’abul Iman, VIII:268
Dalam hadis ini disebut dengan lafal Tis’a Dzilhijjah, yang berarti tanggal 9 Dzulhijjah. Hadis ini memberikan batasan miqat zamani (ketentuan waktu pelaksanaan) shaum ini, yaitu pada tanggal 9 Dzulhijjah.
(2) Shaum al-‘Asyru
عَنْ ØÙŽÙْصَةَ قَالَتْ : أَرْبَعٌ لَمْ ÙŠÙŽÙƒÙنْ يَدَعÙÙ‡Ùنَّ رَسÙول٠الله٠صَلَّى اللَّه عَلَيْه٠وَسَلَّمَ : صÙيَامَ عَاشÙورَاءَ ÙˆÙŽ العَشْرَ وَثَلاَثَةَ أَيَّام٠مÙنْ ÙƒÙلّ٠شَهْر٠وَ الرَّكْعَتَيْن٠قَبْلَ اْلغَدَاة٠- رواه Ø£ØÙ…د Ùˆ النسائي -
Dari Hafshah, ia berkata,” Empat perkara yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah saw. : shaum Asyura, shaum arafah, shaum tiga hari setiap bulan dan dua rakaat qabla subuh.”.H.r. Ahmad, al-Musnad, X : 167. No. 26521 dan an-Nasai, Sunan an-Nasai, II : 238
Kata al-‘Asyru secara umum menunjukkan jumlah 10 hari. Berdasarkan makna umum itu, maka dapat dipahami dari hadis tersebut bahwa Rasul tidak pernah meninggalkan shaum 10 hari bulan Dzulhijjah. Namun pemahaman itu jelas bertentangan dengan ketetapan Nabi sendiri yang melarang shaum pada hari Iedul Adha (10 Dzulhijjah) (Hr. An-Nasai, as-Sunan al-Kubra, II:150) serta penjelasan Aisyah “Aku sama sekali tidak pernah melihat Nabi shaum pada 10 (Dzulhijjah)” (H.r. Muslim)
Dengan demikian kata al-Asyru pada hadis ini sama maksudnya dengan Tis’a Dzilhijjah pada hadis di atas. Adapun penamaan shaum tanggal 9 Dzulhijjah dengan al-‘Asyru, karena hari pelaksanaan shaum tersebut termasuk pada hari-hari al-‘Asyru (10 hari bulan Dzulhijjah) yang agung sebagaimana dinyatakan Rasul dalam hadis sebagai berikut:
عَنْ ابْن٠عَبَّاس٠قَالَ قَالَ رَسÙول٠الله٠صَلَّى اللَّه عَلَيْه٠وَسَلَّمَ مَا Ù…Ùنْ Ø£ÙŽÙŠÙ‘ÙŽØ§Ù…Ù Ø§Ù„Ù’Ø¹ÙŽÙ…ÙŽÙ„Ù Ø§Ù„ØµÙ‘ÙŽØ§Ù„ÙØÙ ÙÙيهÙنَّ Ø£ÙŽØÙŽØ¨Ù‘٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ الله٠مÙنْ هَذÙه٠الْأَيَّام٠الْعَشْر٠ÙَقَالÙوا يَا رَسÙولَ الله٠وَلَا الْجÙهَاد٠ÙÙÙŠ سَبÙيل٠الله٠Ùَقَالَ رَسÙول٠الله٠صلعم وَلَا الْجÙهَاد٠ÙÙÙŠ سَبÙيل٠الله٠إÙلَّا رَجÙÙ„ÙŒ خَرَجَ بÙÙ†ÙŽÙْسÙه٠وَمَالÙÙ‡Ù Ùَلَمْ ÙŠÙŽØ±Ù’Ø¬ÙØ¹Ù’ Ù…Ùنْ ذَلÙÙƒÙŽ Ø¨ÙØ´ÙŽÙŠÙ’ء٠– رواه الترمذي
Dari Ibnu Abbas, bahwasanya ia berkata, ‘Rasulullah saw. Bersabda, ‘Tidak ada dalam hari-hari yang amal shalih padanya lebih dicintai Allah daripada hari-hari yang sepuluh ini. Para sahabat bertanya, ‘(apakah) jihad fi Sabilillah juga tidak termasuk? Rasul menjawab, ‘Tidak, kecuali seseorang yang berkorban dengan jiwanya dan hartanya kemudian dia tidak mengharapkan apa-apa darinya.’ Hr. At-Tirmidzi, Tuhfah al-Ahwadzi, III: 463
Selain itu penamaan tersebut menunjukkan bahwa hari ‘Arafah itu hari yang paling agung di antara hari-hari yang sepuluh itu, sebagaimana dinyatakan oleh Nabi saw.
مَا Ù…Ùنْ يَوْم٠أَكْثَرَ Ù…Ùنْ أَنْ يَعْتÙÙ‚ÙŽ الله٠عَبْدًا Ù…ÙÙ†ÙŽ النَّار٠مÙنْ يَوْم٠عَرَÙَةَ ÙˆÙŽØ¥Ùنَّه٠لَيَدْنÙÙˆ Ø«Ùمَّ ÙŠÙØ¨ÙŽØ§Ù‡ÙÙŠ بÙÙ‡Ùم٠المَلاَئÙكَة٠ÙÙŽÙŠÙŽÙ‚Ùول٠: مَا أَرَادَ هَؤÙلاَء٠؟ - رواه مسلم -
“Tiada hari yang Allah lebih banyak membebaskan hamba-Nya dari neraka melebihi hari Arafah, dan bahwa Ia dekat. Kemudian malaikat merasa bangga dengan mereka, mereka (malaikat) berkata, ‘Duhai apakah gerangan yang diinginkan mereka?’.” (H.r. Muslim, Shahih Muslim, I : 472)
Berbagai keterangan di atas menunjukkan bahwa penamaan shaum itu dengan yaum Arafah, Tis’a Dzilhijjah, dan al-Asyru menunjukkan bahwa pelaksanaan shaum tersebut terikat oleh miqat zamani, yakni tanggal 9 Dzulhijjah (hanya 1 hari).
Pertanyaan:
Bukankah pada hadis-hadis lain diterangkan bahwa shaum itu bukan hanya 9 Dzulhijjah?
Jawaban:
Benar kami temukan sekitar 5 hadis yang menunjukkan bahwa shaum di bulan Dzulhijjah itu bukan hanya shaum Arafah, namun hadis-hadis itu dhaif bahkan palsu sebagai berikut:
A. Tanggal 1 dan 9 Dzulhijjah
ÙÙÙŠ أَوَّل٠لَيْلَة٠مÙنْ ذÙÙŠ الْØÙØ¬Ù‘ÙØ©Ù ÙˆÙÙ„ÙØ¯ÙŽ Ø¥ÙØ¨Ù’رَاهÙيم٠: Ùَمَنْ صَامَ ذلÙÙƒÙŽ اليَوْمَ كَانَ ÙƒÙŽÙÙ‘ÙŽØ§Ø±ÙŽØ©Ù Ø³ÙØªÙ‘Ùينَ سَنَةً.
“Pada malam awal bulan Dzulhijah itu dilahirkan Nabi Ibrahim, maka siapa yang shaum pada siang harinya, hal itu merupakan kifarat dosa selama enam puluh tahun” (Lihat, Tadzkirrah al-Maudhu’at, hal. 119)
Dalam riwayat lain dengan redaksi:
ÙÙÙŠ أَوَّل٠لَيْلَة٠مÙنْ ذÙÙŠ الْØÙØ¬Ù‘ÙØ©Ù ÙˆÙÙ„ÙØ¯ÙŽ Ø¥ÙØ¨Ù’رَاهÙيم٠: Ùَمَنْ صَامَ ذلÙÙƒÙŽ اليَوْمَ كَانَ ÙƒÙŽÙَّارَة٠ثَمَانÙيْنَ سَنَةً - ÙˆÙŽÙÙÙŠ رÙوَايَة٠- سَبْعÙيْنَ سَنَةً ÙˆÙŽÙÙÙŠ ØªÙØ³Ù’ع٠مÙنْ ذÙÙŠ الْØÙجَّة٠أَنْزَلَ الله٠تَوْبَةَ Ø¯ÙŽØ§ÙˆÙØ¯ÙŽ Ùَمَنْ صَامَ ذلÙÙƒÙŽ اليَوْمَ كَانَ ÙƒÙŽÙÙ‘ÙŽØ§Ø±ÙŽØ©Ù Ø³ÙØªÙ‘Ùينَ سَنَةً - ÙˆÙŽÙÙÙŠ رÙوَايَة٠- غَÙَرَ الله٠لَه٠كَمَا غَÙَرَ ذَنْبَ Ø¯ÙŽØ§ÙˆÙØ¯ÙŽ
“Pada malam awal bulan Dzulhijah itu dilahirkan Nabi Ibrahim, maka siapa yang shaum pada hari itu, hal itu merupakan kifarat dosa selama delapan puluh tahun. Dan pada suatu riwayat tujuh puluh tahun. Dan pada 9 Dzulhijjah Allah menurunkan taubat Nabi Daud, maka siapa yang shaum pada hari itu, hal itu merupakan kifarat dosa selama enam puluh tahun” Dan pada suatu riwayat: “Allah mengampuninya sebagaimana Dia mengampuni dosa Nabi Daud” (H.r. ad-Dailami, al-Firdaus bi Ma’tsur al-Khitab, III:142, hadis No. 4381, II:21 No. 2136, IV:386, No. 7122; Lihat pula Tanzih as-Syari’ah, II:165 No. 50; Maushu’ah al-Ahadits wal Atsar ad-Dha’ifah wal Maudhu’ah, VI:235 No. 14.953)
Keterangan:
Hadis-hadis di atas dengan berbagai variasi redaksinya adalah maudhu (palsu) karena diriwayatkan oleh seorang pendusta bernama Muhamad bin Sahl. (Lihat, Tadzkirrah al-Maudhu’at, hal. 119)
B. selama 10 hari pertama
مَا Ù…Ùنْ أَيَّام٠أَØÙŽØ¨Ù‘٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ اللَّه٠أَنْ ÙŠÙØªÙŽØ¹ÙŽØ¨Ù‘َدَ Ù„ÙŽÙ‡Ù ÙÙيهَا Ù…Ùنْ عَشْر٠ذÙÙŠ الْØÙجَّة٠، يَعْدÙل٠صÙيَام٠كÙلّ٠يَوْم٠مÙنْهَا Ø¨ÙØµÙيَام٠سَنَة٠، ÙˆÙŽÙ‚Ùيَام٠كÙلّ٠لَيْلَة٠مÙنْهَا بÙÙ‚Ùيَام٠لَيْلَة٠الْقَدْرÙ
Tidak ada hari yang lebih dicintai Allah untuk beribadah padanya daripada 10 hari Dzulhijjah. Saum setiap hari padanya sebanding dengan shaum setahun. Dan qiyamul lail setiap malam padanya sebanding dengan qiyam lailatul qadr (ÙLihat, Sunan at-Tirmidzi, III:131; Syarh as-Sunnah, II:292). Dalam kitab al-‘Ilal al-Mutanahiyah, II:563, Hadis No. 925, dengan redaksi
مَا Ù…Ùنْ أَيَّام٠أَØÙŽØ¨Ù‘٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ الله٠أَنْ ÙŠÙØªÙŽØ¹ÙŽØ¨Ù‘َدَ Ù„ÙŽÙ‡Ù ÙÙيْهَا Ù…Ùنْ عَشْرَةَ ذÙÙŠ الْØÙØ¬Ù‘ÙŽØ©Ù ÙŠÙØ¹ÙŽØ¯Ù‘٠صÙيَام٠كÙلّ٠يَوْم٠مÙنْهَا Ø¨ÙØµÙيَام٠سَنَة٠وَقÙيَام٠لَيْلَة٠مÙنْهَا بÙÙ‚Ùيَام٠لَيْلَة٠الْقَدْرÙ
Keterangan:
Imam at-Tirmidzi berkata, “Saya bertanya kepada Muhamad (al-Bukhari) tentang hadis ini, maka beliau tidak mengetahuinya selain dari jalur ini” Yahya bin Sa’id al-Qathan telah memperbincangkan Nahas bin Qahm dari aspek hapalannya. (Lihat, Sunan at-Tirmidzi, III:131)
Hadis di atas daif karena pada sanadnya terdapat dua rawi yang daif:
Pertama, Mas’ud bin Washil. Kata ad-Daraquthni, “Abu Daud at-Thayalisi menyatakan bahwa ia daif” (Lihat, Ilal ad-Daraquthni, IX:200). Kata Ibnu Hajar, “Layyin al-Hadits” (Lihat, Tahdzib at-Tahdzib, X:109; Taqrib at-Tahdzib, hal. 528)
Kedua, Nahhas bin Qahm. Kata Ibnu Hiban, “Dia meriwayatkan hadis munkar dari orang-orang populer, menyalahi periwayatan para rawi tsiqat, tidak boleh dipakai hujjah” (Lihat, Tahdzib al-Kamal, XXX:28) Kata Ibnu Hajar, “dha’if” (Lihat, Taqrib at-Tahdzib, hal. 566)
صÙيَام٠أَوَّل٠يَوْم٠مÙÙ†ÙŽ الْعَشْر٠يَعْدÙÙ„Ù Ù…ÙØ§Ø¦ÙŽØ©ÙŽ Ø³ÙŽÙ†ÙŽØ©Ù ÙˆÙŽØ§Ù„Ù’ÙŠÙŽÙˆÙ’Ù…Ù Ø§Ù„Ø«Ù‘ÙŽØ§Ù†ÙÙŠ يَعْدÙÙ„Ù Ù…ÙØ§Ø¦ÙŽØªÙŽÙŠ Ø³ÙŽÙ†ÙŽØ©Ù ÙÙŽØ¥Ùنْ كَانَ يَوْمَ التَّرْوÙيَة٠يَعْدÙل٠أَلْÙÙŽ عَام٠وَصÙيَام٠يَوْمَ عَرَÙَةَ يَعْدÙل٠أَلْÙÙŽÙŠ عَامÙ
“Shaum hari pertama dari 10 hari (Dzulhijjah) sebanding dengan 100 tahun. Hari kedua sebanding dengan 200 tahun, jika hari Tarwiyyah (8 Dzulhijjah) sebanding dengan 1000 tahun, dan shaum hari Arafah (9 Dzulhijjah) sebanding dengan 2000 tahun” (H.r. ad-Dailami, al-Firdaus bi Ma’tsur al-Khitab, II:396, hadis No. 3755)
Keterangan:
Hadis ini daif, bahkan maudhu’ (palsu) karena pada sanadnya terdapat rawi Muhamad bin Umar al-Muharram. Kata Abu Hatim, “Dia pemalsu hadis” (Lihat, ad-Dhu’afa wal Matrukin, III:96). Kata Ibn al-Jauzi, “Dia manusia paling dusta” (Lihat, al-Maudhu’at, II:198)
C. Tanggal 18 Dzulhijjah
مَنْ صَامَ يَوْمَ ثَمَانÙيَّةَ عَشَرَ Ù…Ùنْ ذÙيْ الْØÙجَّة٠كَتَبَ الله٠لَه٠صÙيَامَ Ø³ÙØªÙ‘Ùيْنَ شَهْرًا
“Siapa yang shaum hari ke-18 Dzulhijjah, Allah pasti mencatat baginya (pahala) shaum 60 bulan” (Lihat, Kasyf al-Khifa wa Muzil al-Ilbas, II:258, hadis No. 2520; al-‘Ilal al-Mutanahiyah, I:226, No. 356; al-Abathil wal Manakir, II:302, No. 714)
Keterangan:
Hadis ini daif, bahkan maudhu’ (palsu). Kata Imam ad-Dzahabi, “ini hadis sangat munkar, bahkan palsu” (Lihat, Kasyf al-Khifa wa Muzil al-Ilbas, II:258)
D. Hari Terakhir Bulan Dzulhijjah dan Hari Pertama Muharram
مَنْ صَامَ Ø¢Ø®ÙØ±ÙŽ ÙŠÙŽÙˆÙ’Ù…Ù Ù…Ùنْ ذÙÙŠ الْØÙجَّة٠وَأَوَّلَ يَوْم٠مÙÙ†ÙŽ Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØÙŽØ±Ù‘ÙŽÙ…Ù Ùَقَدْ خَتَمَ السَّنَةَ الْمَاضÙيَةَ Ø¨ÙØµÙŽÙˆÙ’م٠وَاÙْتَتَØÙŽ Ø§Ù„Ø³Ù‘ÙŽÙ†ÙŽØ©ÙŽ Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØ³Ù’تَقْبÙلَةَ Ø¨ÙØµÙŽÙˆÙ’Ù…Ù Ùَقَدْ جَعَلَ الله٠لَه٠كَÙَّارَةَ خَمْسÙينَ سَنَةً.
“Siapa yang shaum pada hari terakhir bulan Dzulhijah dan hari pertama bulan Muharam, maka ia telah menutup tahun lalu dengan shaum dan membuka tahun yang datang dengan shaum. Sungguh Allah telah menjadikan kifarat dosa selama lima puluh tahun baginya” (Lihat, al-Laali al-Mashnu’ah fi al-Ahadits al-Maudhu’ah, II:92; al-Maudhu’at, II:199; Tadzkirrah al-Maudhu’at, hal. 118; Tanzih as-Syari’ah, II:176). Dalam kitab al-Fawaid al-Majmu’ah fi al-Ahadits al-Maudhu’ah, hal. 96, No. 31 dengan sedikit perbedaan redaksi pada akhir hadis:
Ùَقَدْ جَعَلَه٠الله٠كَÙَّارَةَ خَمْسÙينَ سَنَةً
Keterangan:
Hadis ini daif, bahkan maudhu’ (palsu). Pada sanadnya terdapat dua rawi pendusta, yaitu Ahmad bin Abdullah al-Harawi dan Wahb bin Wahb. Kata Imam as-Suyuthi, “keduanya pendusta” (Lihat, al-Laali al-Mashnu’ah fi al-Ahadits al-Maudhu’ah, II:92) Kata Imam Ibn al-Jauzi, “Keduanya pendusta dan pemalsu hadis” (lihat, al-Maudhu’at, II:199)
Kesimpulan:
Shaum yang disyariatkan pada bulan Dzulhijjah adalah shaum Arafah pada 9 Dzulhijjah
Berasal dari Desa ... lahir dari seorang petani kecil. Orangnya prihatin, gampang tersentuh. Ayah dari 7 orang anak! More About me